Postingan

Berdamai

Dewasa ini, aku menemukan sedikit demi sedikit jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi isi kepalaku. Melalui monolog kepada diriku sendiri, aku bertanya-tanya, apakah seseorang bisa bahagia bersama orang lain jika dia sendiri belum cukup bahagia dengan dirinya sendiri? Apakah seseorang yang masih belum berdamai dengan dirinya sendiri bisa bahagia bersama orang lain? Kemudian aku menyadari, bahwa mungkin itulah jawabannya.  Aku... ternyata belum berdamai dengan diriku sendiri, aku belum selesai dengan diriku sendiri. Dengan aku yang masih terjerembab dari kubang masa lalu, dengan aku yang masih penuh dengan ketakutan-ketakutan tentang masa depan. Dengan aku, yang sepenuhnya belum aku pahami isi kepalanya.  

Sampai Nanti Kita Berjumpa Lagi #Part1

 Kringggggggg Suara telepon membangunkan dari lelap tidurku malam ini. "Dia rupanya, tumben sekali" pikirku dalam hati. Ku angkat video call darinya.  Wajahku yang terbangun dari tidur sangat terlihat jelas.  "Apaaaaaaa?" jawabku ketus kepadanya. Dia tersenyum, hanya tersenyum, lama sekali, sampai akhirnya ia membuka mulutnya.  "Nanti kalau bertemu dengan ibu, tolong sampaikan bahwa aku baik-baik saja" dia masih saja tersenyum.  "Ibu tidak perlu khawatir, juga bersedih. sampaikan pada Ibu, bila Ibu bersedih, maka aku juga"  Aku terheran-heran dengan kalimatnya, mengapa tak sampaikan sendiri saja pada ibunya.  "Giliran kayak gini aja kamu minta tolongnya ke aku." Jawabku, dengan menahan kesesakan membuncah dalam dadaku.  Dia lagi-lagi tersenyum. Senyum yang seolah-olah menyampaikan bahwa dia baik-baik saja. Senyum yang cukup untuk menjelaskan bahwa dia kini bahagia, ditempatnya saat ini.  Air mataku menetes, deras, lalu mulai terisak, me...

Kepada Diriku Sendiri

Cit, apa yang kamu jalani sekarang sudah baik. Takdirmu memang apa yang kamu pijak hari ini. Maka, lakukan dengan baik serta penuh rasa syukur dan ikhlas.   Cit, tidak ada manusia yang hidupnya benar-benar tanpa cacat dan cela, tanpa luka, tanpa masa lalu yang ingin mereka lupakan, tanpa penyesalan-penyesalan. Mereka punya ceritanya sendiri, dan bila kamu merasa hidup mereka lebih baik darimu, maka kamu hanya sedang melihat sisi yang hanya bisa kau lihat dari mereka.  Cit, dongeng masa kecilmu sudah jauh terkubur beberapa tahun lalu. Maka seharusnya, hari ini kamu sudah menjalani dongengmu yang baru. Bagaimana bisa kamu menjalani hidupmu jika jiwamu dan hatimu masih kamu tinggal pada dongeng yang sudah mati. Ingatlah Cit, setiap dongeng yang kamu ciptakan tentu tidak bisa kamu tentukan akhirnya. Meski tentu saja kamu memiliki harapan bagaimana itu seharusnya berakhir. Maka, libatkan Allah untuk segalanya. Mintalah kepadaNya agar dongengmu memiliki akhir yang membahagiakan....

Bertemu Kawan Lama

Aku menatap langit-langit kamar, menahan kantuk sedari tadi, namun mataku enggan terlelap. Kepalaku penat, pikiranku menerawang jauh pada banyak hal. Tapi, kali ini, rupanya aku bisa sedikit tersenyum sebelum tidur. Ada sedikit kelegaan. Aku baru sadar satu hal, bahwa untuk menenangkan dirimu, sebenarnya bisa kamu temukan pada hal-hal kecil. Seperti, bertemu dengan sahabatmu.  Tunggu dulu. Sepertinya aku salah, bertemu dengan sahabat bukanlah hal kecil. Ini sesuatu yang berharga. Masing-masing dari kami meluangkan waktu sibuknya untuk bertemu. Bukankah hal tersebut tidak bisa disebut kecil? Ah, aku masih rindu. Berbicara dengan mereka tidak akan ada bosannya. Terlebih kami jarang bertemu, mungkin bisa dikatakan satu atau dua kali dalam setahun. Begitulah hidup, dulu bisa bercengkrama sesering mungkin sampai salah satu dari kami akan berkata "kamu lagi kamu lagi" dan akhirnya kini, perjalanan kehidupan memaksa kami menjalankan hidup dengan kesibukan-kesibukan. 2 jam, hanya 2 j...

Jarak

Ruang-ruang kosong ini sudah semakin melebar. Kunamai ia sebagai jarak. Yang jauhnya tak lagi bisa ku harapkan sedekat nadi. Andai bisa ku capai hanya dalam kerdipan mata. Betapa bahagianya aku. Menjadi manusia yang bisa melepas rindu pada setiap saat aku ingin.  Tapi ini jarak. Ribuan kilometer yang membentang, seakan jadi satu hal yang paling mematahkan perasaan.  Aku benci perasaan ini. Perasaan ingin bertemu, ingin berpeluk, ingin menyentuh senyum di wajah indahnya. Ah, tangisku tak bisa ku bendung lagi. Betapa ini sangat menyesakan.  Mereka tak kan mengerti, karena tak tahu rasanya jadi aku.  yang bisanya hanya melambungkan doa-doa pada semesta. yang bisanya hanya menatap kereta dengan mata berkaca, berharap aku di dalamnya, membawaku pada pelepas rinduku, membawaku pada perasaan yang jauh dari kesesakan.  Adakah yang bisa menolongku lari dari semua ini? ataukah aku harus bertahan? meski sebenarnya, aku tidak tahu sampai dimana batas kemampuanku. 

(?)

Aku penasaran, bagaimana rasanya menemukan, juga ditemukan.  Aku penasaran, rasanya mendengarkan lagu romantis yang membuat perasaan menggelitik.  Aku penasaran, bagimana rasanya menjadi yang kau imami.  Aku penasaran, bagaimana rasanya mengawali hari dengan melihat wajahmu di sebelahku.  Aku penasaran, bagaimana melewati petang dengan menyambutmu pulang.  Aku penasaran, sebelum tidurku dihabiskan dengan bertanya bagaimana harimu.  Aku penasaran, bagaimana rasanya tak lagi sendirian.  Aku penasaran, rasanya ditenangkan saat gundah.  Aku penasaran, bagaimana rasanya memiliki teman berbagi bermacam perasaan, sekalipun hal yang paling menyesakkan.  Aku penasaran, bagaimana langkah kakiku nanti berjalan ke arahmu.  Aku penasaran, bagaimana masaku nanti ketika bersamamu.  Aku penasaran, dimana, kapan, bagaimana, dan masih banyak penasaran-penasaran lain.  Kali ini kau masih ku dekap dalam doa.  Semoga segera kau ku jerat dalam ...

Suatu Hari di 2020

Hari ini ada sesuatu yang menggelitik perasaanku. Tentang takdir Tuhan yang rupanya sedang mengajak kita bercanda. Awal 2020 lalu, doaku masih tentang harapan-harapan kita, mimpi-mimpi kita, juga tentang rencana indah yang kita rancang entah sejak berapa tahun lalu. Tapi hari ini, aku menemukan jika kamu pada akhirnya telah melabuhkan hatimu pada seseorang yang akan membersamaimu, dan tentu saja, itu bukan aku. Masih terngiang di kepalaku perbincangan terakhir kita. Pertanyaanku mengenai kemana sebenarnya hubungan kita akan dibawa, juga tentang kemana sebenarnya perasaan kita ingin jatuh. Sampai pada akhirnya keraguan menyadarkan kita, juga ketidaksiapanmu, serta mimpi-mimpi kita yang dulu terasa sama dan searah namun berakhir lumpuh di tengah jalan. Rupanya langkah kaki kita selama ini tak pernah berjalan beriringan. Kita hanya saling berhadapan, mencoba bertahan untuk menetap, sama-sama terjerat oleh keterpaksaan, sampai akhirnya kita sama-sama tahu, kita berhak bahagia, meski...