Petikan Gitar Niko


Iren menghentikan langkahnya saat mendengar seseorang sedang bernyanyi dengan petikan gitar yang indah. Ia tau, suara itu berasal dari ruang musik. Iren memutuskan untuk mendekati ruang musik yang ada beberapa langkah dibelakangnya. Ia berdiri di depan pintu, dan tertegun melihat sosok yang ada di sana. Niko sedang asik menghayati lagu yang sedang ia nyanyikan di iringi dengan petikan gitar yang ia mainkan sendiri. Memang, Niko pandai sekali bermain gitar, ia pandai memainkan lagu apapun, dan hal itu yang membuat Iren tak pernah bisa berhenti mengagumi Niko.

 “Ren, ngapain di situ, sini masuk” ucap Niko membuyarkan lamunan Iren.
“Hah, iya Nik” Iren tidak tahu entah sejak kapan Niko menyadari kehadirannya, ia hanya sibuk dengan lamunannya tentang Niko. Iren menghampiri Niko dan duduk di bangku kosong yang ada di sebelah Niko.
“Nggak ke kantin, Ren” ucap Niko sambil membenarkan gitarnya.
“Nggak Nik, males, kantin pasti rame.”
Niko menahan tawa “mau yang sepi sana ke perpus.”
“emang tadinya gue mau ke perpustakaan, tapi…”
“tapi apa? Tapi ngedenger gue nyanyi di ruang musik terus lo gak jadi ke perpus dan malah diem di depan ruang musik sambil ngeliatin gue yang keren ini” Niko mengeluarkan senyum mematikannya dihadapan Iren.

Iren tertegun mendengar ucapan Niko, ia melotot menatap Niko “pede banget sih lo” Iren memalingkan wajahnya “gue cuma suka aja sama lagu yang lo nyanyiin.”
 “Ah masa sih, udah deh jujur aja”
 “Udah ah, gue mau ke perpus”

Niko tertawa tertahan melihat tingkah Iren. Iren sempat hendak pergi sebelum Niko menahan lengannya “ngapain ke perpus, gak bosen apa baca buku mulu, sini aja nyanyi bareng gue.”
“Oke, gue mau nyanyi bareng sama lo, asalkan lagunya Ada band yang judulnya Haruskan ku Mati”
“galau amat lagunya” Niko memercingkan matanya menatap Iren.
“nggak mau ya udah, gue mau ke perpus aja.”
Niko tersenyum “iya iya Iren tukang galau.”
Mereka mulai menyenandungkan lagu tersebut. Iren mulai ikut bernyanyi mengiringi suara Niko dan petikan gitarnya.
Tiadakah ruang di hatimu untukku
Yang mungkin bisa, ‘tuk ku singgahi

Niko tak pernah tahu, bahwa lagu ini adalah lagu yang mengungkapkan perasaan Iren terhadap Niko selama ini. Meskipun Niko tak pernah menyadari perasaannya, Iren tetap bahagia. Karena bisa sedekat ini dengan Niko, sudah cukup baginya.

***

Iren dan Niko kembali ke kelas masing-masing saat mendengar bel pertanda istirahat selesai berbunyi. Sebelumnya, mereka pernah berada dalam satu kelas saat masih duduk di kelas 1 SMA, disitulah awal perkenalan mereka dan juga awal dari cinta yang dipendam Iren selama 3 tahun belakangan ini. Niko memutuskan untuk mengambil jurusan IPS, sedangkan Iren memilih IPA, hal itu sempat membuat Iren sedih dan kehilangan. Selama 1 tahun di kelas yang sama, Iren dan Niko juga duduk di bangku yang sama. Mareka sangat dekat, sampai teman-teman mereka mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Iren yang ceria, pintar, berambut panjang, memiliki dunia khayal yang tinggi dan pecinta puisi, serta Niko yang tampan, keren, realistis, suaranya merdu, serta lihai bermain gitar. Meskipun kini berbeda kelas, Iren dan Niko masih sedekat dulu. Niko masih sering mengunjungi Iren di kelas maupun di rumahnya, entah untuk sekedar main, meminjam buku, ataupun meminta Iren membantunya dalam belajar matematika.

“kenapa lo senyum-senyum sendiri” tegur Rini teman sebangku Iren yang juga sahabatnya.
“nggak, pengen senyum aja” Iren menahan tawa melihat Rini yang heran menatapnya.
“gue abis dari ruang musik sama Niko” iren tersenyum dengan matanya yang menerawang mengingat-ingat kejadian tadi “gue nyanyi-nyanyi bareng sama dia. Dan, setiap kali gue denger dia nyanyi, setiap kali gue denger dia memainkan gitarnya, saat itu juga, gue makin jatuh cinta sama dia.”

“Percuma kalau semua itu cuma lo pendem sendirian.” Ucapan Rini barusan membuat hati Iren serasa di tampar. Ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya pada Niko. Ia hanya bisa mencintai Niko dalam diamnya. Ia tahu, Niko tak pernah memiliki perasaan apa-apa terhadapnya, berbeda dengan perasaanya yang semakin hari semakin menumpuk yang lama-lama menjadi sayatan kecil dalam hati. Ia tahu, ia terluka dengan perasaannya, karena memendam cinta sendirian tak pernah mudah.

“Eh, bu Iva kok gak dateng-dateng sih” Iren mencoba mengalihkan pembicaraan.
“nggak tau nih, padahal ujian udah seminggu lagi, tapi kita ditelantarin kayak gini sama guru-guru”
“halah, gaya lo Rin! Padahal senang kan kalau jam kosong gini” Iren tertawa terbahak meledek Rini.
Rini yang kesal dengan ledekan Iren memalingkan wajahnya menatap jendela. Tiba-tiba ia melihat Niko berlari menuju ke kelasnya.

“Ren…”
“iya Rin?” ucap Iren yang sedang mengambil buku di tasnya.
“Ren, ikut gue sebentar. Penting!” Niko memegang tangan Iren dan menariknya keluar kelas. Entah secepat apa Niko berlari, laki-laki itu dengan sekejap sudah berdiri di samping bangku Iren dan menariknya keluar, bahkan sebelum Rini menyelesaikan pembicaraannya. Rini yang melihat kejadian itu hanya tertegun melihat mereka.

“Ren, gue diminta Pak Nardi buat ngisi acara perpisahan abis ujian nanti” Niko masih mencoba mengatur napasnya.
Iren mengangkat sebelah alisnya, ia heran mengapa Niko mengatakan itu kepadanya “ya, terus?”
“gue minta lo yang nyanyi, nanti gue yang main gitar, sama Ari juga, teman sekelas gue. Jadi kita nanti akustikan gitu”.
“Enggak! Gue gak bisa nyanyi Niko. Gue nggak mau” Iren yang tak pernah percaya diri dengan suaranya-pun dengan tegas menolak Niko.
“gue gak mau tahu, lo gak boleh nolak. Gue udah ngasihin nama lo sama pak Nardi. Nanti sepulang sekolah kita latihan di ruang musik. Oke” tanpa menunggu jawaban Iren, Niko melangkah pergi. Baru beberapa langkah ia pergi, Niko kembali menoleh pada Iren dan berteriak “suara lo bagus, nggak usah takut.”

***

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Iren segera bergegas menuju ruang music. Satu sisi, dia tidak percaya diri dengan suara yang dimilikinya. Namun, kata-kata Niko tadi memberikan sedikit kepercayaan kepada dirinya. Saat Niko bilang bahwa suaranya bagus, entah kenapa ada desir bahagia yang bergemuruh didalam hatinya.

Tiba-tiba ia terpikir untuk mengungkapkan perasaannya pada Niko. Setelah ujian selesai, dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk bertemu dengan Niko. Ia tak peduli dengan apapun yang akan dikatakan Niko nantinya. Ia hanya ingin melegakan perasaannya yang selama ini ia pendam selama 3 tahun.

Sesampainya di ruang musik, ia melihat Niko sedang memainkan gitarnya. Disana tidak terlihat Ari, mungkin dia belum datang.

“Nik”
Niko menengadahkan kepalanya dan melihat Iren ada di depannya. Niko-pun tersenyum melihat Iren. Ia pikir, Iren tidak akan datang.
Iren duduk disebelah Niko “Ari mana?”
“belum dateng. Dia masih ada urusan sama guru katanya.” Niko tersenyum ke arah Iren “gue kira lo gak bakalan dateng, Ren.”
“ya, akhirnya gue menemukan keberanian buat nyanyi bareng lo di acara perpisahan nanti” termasuk keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada Niko saat ini.
“gitu dong.” Niko-pun tersenyum mendengar jawaban Iren.

“Nik…” dengan ragu-ragu, Iren memanggil Niko. Saat inilah kesempatannya, ia meyakinkan dirinya.
“iya, Ren?” Niko menoleh pada Iren.
Iren sudah membuka mulutnya untuk mengatakan semuanya pada Niko, sebelum akhirnya seorang perempuan masuk dengan senyum lebar menghampiri Niko.

“hei, Sya” Niko tersenyum menyapa gadis itu.
“aku gak bisa nemenin kamu latihan Nik hari ini. Ada janji sama mama. Jadi, aku pulang duluan ya”
Gadis itu bergelayut manja pada Niko. Iren kebingungan melihat kejadian tersebut. Tapi, tiba-tiba saja ia merasakan ada bagian yang patah dalam dirinya. Ia terluka.
“iya, nggak apa-apa kok. Oh iya, kenalin, ini Iren teman aku” Niko menoleh pada Iren “Ren, kenalin, ini pacar gue, Kesya”
“hah, iya.” Iren dan Kesya berjabat tangan. “Kalian udah lama jadian? Kok lo gak pernah cerita sih sama gue?” Iren mencoba menyembunyikan perasaannya, ia masih bisa tertawa saat hatinya patah, berubah menjadi kepingan yang ia tak pernah tau bagaimana cara mengembalikannya utuh seperti semula.

“baru 2 minggu, Ren. Gue belum sempat cerita sama lo. Sorry ya”
“nggak apa-apa Nik, santai aja kali.” Iren tertawa sambil menepuk pundak Niko 
“bentar ya Nik, gue mau ke toilet dulu.”
“oke” Niko mengangguk.

Iren berjalan menuju toilet. Belum sampai di sana, air matanya sudah tumpah. Ia tak tahu apa jadinya jika ia masih bertahan di ruangan itu melihat Niko bersama kekasihnya. Niko akan tetap menjadi mimpi baginya. Bagaimana mungkin, seorang Niko yang tampan akan menyukainya. Terlebih, Niko sudah terlebih dulu menganggapnya sebagai sahabat. Mungkin inilah akhirnya, cinta yang ia pendam selama tiga tahun ini, tidak akan pernah berlabuh pada tuannya.

Iren mencoba tersenyum pada dirinya sendiri, namun air mata itu tetap menetes. Dan sekarang, ia tak tahu harus memutuskan kembali ke ruang musik dan menghapus air matanya, atau pulang dengan membawa gerimis di pelupuk mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020