Karena Kita tak Pernah Sama.

Laki-laki itu berlari menuju ke dalam stasiun setelah memarkirkan motornya. Ia menyerobot beberapa kerumunan orang. Beberapa saat ia berhenti. Melihat sekeliling untuk mencari tahu dimana orang yang dicarinya. Ia berlari lagi, berhenti, dan tak menemukan apapun. Ia pun duduk di kursi ruang tunggu penumpang. Mukanya tampak pucat, mungkin karena lelah. Ia menompangkan kedua tangannya pada kaki, dan kepalanya menunduk. Ia putus asa. Ia ingin marah pada dirinya sendiri.

"Hey..."
Tiba-tiba ada suara seorang gadis menyapanya.
"Kamu ngapain di sini?" Lanjut gadis itu.
Laki-laki itu-pun menengadahkan kepalanya. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia belum terlambat.

"Kamu belum berangkat?" Hanya kata-kata itu yang bisa ia ucapkan.
Gadis itu duduk di sebelahnya. "Belum, keretaku masih setengah jam lagi."

"Aku tadi buru-buru ke sini begitu ingat bahwa kamu akan pergi hari ini." Ia menghela nafas, mencoba mencari ketenangan dalam dirinya. Gadis itu hanya diam menatap laki-laki yang saat ini ada di depannya.

"Aku bingung mau mulai dari mana, karena terlalu banyak yang ingin aku katakan, dan aku tahu, waktu kita ga banyak." Ia menatap gadis itu lekat. "aku gak akan nahan kamu pergi karena aku tahu, aku gak punya hak apa-apa".

"aku cuma pengen bilang......
Aku sayang sama kamu, sayang banget sama kamu." Ia menundukan kepalanya, memejamkan matanya. Mencoba menahan air mata yang hendak menetes.

"Bahkan ketika aku tahu semua keadaan sudah berubah, bahkan ketika aku tahu semesta tidak akan pernah merestui kita, aku tetep sayang sama kamu".

Gadis itu hanya terdiam. Masih menatap laki-laki yang ada didepannya dengan tatapan nanar. Seketika ia tersenyum, namun matanya berkaca-kaca.

"Meskipun ada banyak sekali alasan aku harus berhenti mencintai kamu, tapi aku gak tahu kenapa, aku masih tetap cinta sama kamu."

Gadis itu tak sanggup lagi membendung air matanya. Perlahan-lahan ada gerimis di pelupuk matanya, ia menangis. Ia sangat merindukan kalimat itu dari laki-laki yang saat ini ada di depannya. tapi, ia tidak boleh lemah. Ia tidak boleh kalah oleh perasaannya, ia tidak bisa mementingkan egonya.

Di raihnya kedua tangan laki-laki yang ada didepannya. "Aku gak akan jawab apa-apa, aku tahu kamu gak butuh jawaban, dan karena aku juga tahu, kamu tahu, kita sama-sama tahu apa jawabannya."

Laki-laki itu melepaskan tangannya dari genggaman gadis yang ada didepannya. Perlahan-lahan tangannya menyentuh pipi gadis itu dan menghapus air matanya.

"Kamu harusnya ada di rumah sekarang. Mempersiapkan semumanya. Bukan malah ke sini, nemuin aku yang udah mau pergi. Memangnya kamu tidak dipingit?" Ucap gadis itu. Namun, laki-laki yang ada di depannya hanya bisa bergeming.

"Kamu pasti akan kelihatan gagah berjalan di altar besok. Sayang, aku tidak bisa menghadiri acaramu." Gadis itu tersenyum, namun kemudian ia menunduk, mencoba menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya.

"Jangan gugup. Aku doakan besok acaranya berjalan lancar."

Laki-laki itu menggenggam kedua tangan gadis yang ada didepannnya, seakan mencari kekuatan dari sana. "Kamu baik-baik di sana. Selesaikan pendidikan S2-mu dengan baik." Laki-laki itu menghela napas panjang, mencari kelegaan dari hatinya yang masih terasa sesak. "Aku baik-baik saja, begitupun dengan kamu yang harus baik-baik saja."

"Seandainya kamu yang berjalan di altar bersamaku besok, mungkin aku tidak akan sesakit ini."

"Ssttt" gadis itu memotong pembicaraannya "kamu gak boleh ngomong gitu. Dia gadis yang baik, sudah pasti dia yang terbaik untuk kamu karena orang tuamu sendiri yang memilihnya." Ia menghentikan kata-katanya. "Lagian, gimana bisa aku berjalan di altar bersama kamu, masuk gereja-pun aku tidak pernah". Gadis itu tertawa atas apa yang dibicarakannya, mencoba mencairkan suasana. Laki-laki itu hanya tersenyum.

Laki-laki itu mengeluarkan kotak hadiah berwarna merah dari dalam tasnya "ini untuk kamu."
Gadis itu menatap heran "ini apa?"

"Hadiah, untuk yang terakhir kalinya. Buka kalau sudah di kereta" laki-laki itu tersenyum menatap gadis yang yang ada didepannya.

"Terima kasih" ucap gadis itu dengan tersenyum.

Suara datangnya kereta berbunyi menandakan bahwa mereka harus segera berpisah.

Gadis itu-pun segera bergegas. "Hati-hati" ucap laki-laki yang ada didepannya. Tangan mereka masih bergenggaman satu sama lain seakan tak ingin saling terlepas.

Gadis itu mengangguk, dan segera pergi menuju keretanya.

Laki-laki itu hanya bisa menatap gadis yang dicintainya dari kejauhan, yang perlahan-lahan hilang tertutup kerumunan orang. Keretapun berlalu, seperti gadisnya yang pergi berlalu meninggalkan hati yang enggan beranjak pergi.

Gadis itu duduk di bangkunya. Menggenggam sekotak hadiah berwarna merah. Perlahan-lahan ia membukanya.

"Al-Qur'an dan tasbih" ucapnya dalam hati seraya tersenyum.

Ada surat didalamnya. Ia pun membuka surat itu dan membacanya.


Untuk di baca. Bukan untuk hiasan. 
Semoga cukup untuk menjagamu disana. Jangan menangis, jangan terluka, kita sudah sama-sama mengambil jalan yang kita yakini jalan yang paling benar. Aku sadar, cinta saja tak cukup untuk membuat dua manusia berbeda untuk bersatu. Aku selalu bersyukur telah dipertemukan dengan kamu. Sebut namaNya jika kamu terluka setelah ini, maka kamu akan menemukan kelegaan dan keikhlasan yang tiada tara. Aku juga akan melakukan hal yang sama meski kita menyebut Tuhan dengan nama yang berbeda. Aku berdoa selalu pada Tuhan, semoga kamu dipertemukan dengan pria baik. Sekali lagi, jaga dirimu baik-baik. 

With love.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020