Unfaithful

 Dulu, aku masih sering berpikir kenapa orang-orang dengan mudahnya saling mengkhianati, mengingkari janji. Ada dari mereka yang pada akhirnya tak setia, setelah katanya bilang sangat mencintai pasangannya. Namun pada akhirnya, aku mengerti, perasaan bisa berubah, hati seseorang bisa berubah.

Aku mengerti betapa terlukanya mereka yang cintanya terabaikan oleh mereka yang pada akhirnya memutuskan untuk berpaling pada yang lain. Patah hati, yang lukanya bahkan tidak bisa diobati dengan penawar apapun. Aku merasakan itu, sekarang.

Dia, yang tiga tahun terakhir bersamaku, yang kuyakini tak akan seperti mereka yang berpaling, akhirnya pergi juga. Aku sadar, bahwa adanya jarak dihubungan kita setahun belakang ini juga membuat hati kita berjarak juga. Dia diujung sana, dan aku disini. Waktu bertemu kita berkurang, tak seperti dulu, saat masih duduk di bangku SMA, dimana kita masih bisa bertemu hampir setiap hari.
Tapi, rasanya tak ikhlas. Semua pengorbanan seakan menguap tak berbekas. 3 tahun bukan waktu yang mudah untuk mempertahankan suatu hubungan, tapi pada akhirnya harus berakhir seperti ini juga. Dia bilang, sudah tidak ada yang perlu dipertahankan. Dia bilang, kita sudah jauh berbeda. Dan dia bilang, ada wanita yang ia sukai, yang berada didekatnya, satu kampus dengannya, tidak seperti aku, yang baginya mungkin terlalu jauh.

Lalu aku mulai memahami, jarak antara aku dan dia memberi peluang dia untuk berpaling. Namun, aku berpikir lagi, kalau dia memang setia, kalau dia memang orang yang memegang janjinya, dia tidak akan berpaling apapun kondisinya. Aku menangis, karena rasanya tak ikhlas membiarkan orang yang selama ini kita percayakan hati kita kepadanya, kini menyimpan hati yang lain. Mungkin ini juga kesalahanku, mungkin aku yang memang mulai berubah. Sibuk dengan urusanku sendiri dan seringkali tak memperdulikannya. Tapi, lagi-lagi aku tak ikhlas, karena jauh didalam lubuk hatiku, aku masih mencintainya.

Dia pernah berkata padaku, “kalau kita memang jodoh, kita pasti disatukan kembali apapun jalannya”. Aku meringis menahan tawa getir mendengar ucapannya. Teori klasik, pikirku. Tapi, kuturuti perkataannya, ku biarkan dia bersama hati yang lain. Ku biarkan dia membahagiakan hatinya bersama yang lain. Karena jika tak kubiarkan, luka ini pasti akan menganga semakin lebar.

Aku sudah mencoba tak memperdulikannya, tak pernah ingin tahu lagi dengan dia, tapi segalanya tentang dia terasa amat menggangu. Aku ingin lupa, tapi hatiku ternyata berontak.

Pernah suatu hari dia menghubungiku, menanyakan kabarku. Ku jawab aku baik-baik saja. Percakapan kita berlanjut, aku biasa saja, mencoba tak membawa perasaanku pada percakapan itu. Entah apa yang kita perbincangkan sebelumnya, namun dia menyebutkan nama gadis itu. Gadis yang disukainya. Aku menarik nafas mencoba menahan air mata yang ingin keluar. Aku mengatakan padanya bahwa “tak cukupkah dengan menyimpan gadis itu hanya dihatimu saja? Tak bisakah untuk tak membicarakannya kepadaku?”

Dan aku sudah tak bisa mencerna lagi apa yang dia katakan setelah itu. Sekejam inikah lelaki yang dulu pernah bersamaku selama 3 tahun lamanya? Apa jangan-jangan 3 tahun kebersamaan kita hanyalah mimpi bagiku. Karena jika memang benar itu adanya, kenapa setelah 3 tahun itu dia masih juga belum memahami bagaimana aku.

Aku pernah tak sengaja bertemu dengannya di pusat keramaian kota. Tidak, dia tak melihatku ada di sana, hanya aku yang melihatnya di sana. Rasanya baru kemarin aku dan dia datang ke tempat ini, menertawakan pasangan berlebihan yang selalu bergandengan tangan kemana-pun. Baginya, itu lucu. Tapi hari itu, aku melihat, dia berjalan dengan wanitanya dengan satu tangannya menggandeng tangan wanita itu, bak pasangan romantis berlebihan yang dulu selalu ia olok-olokan. Aku menggeram dalam hati, tak ingatkan dia dengan apa yang pernah dia katakan?
Mungkin hidup memang kadang selucu ini. Dia yang kulihat saat itu, terlihat seperti orang asing yang belum pernah ku kenal.

Aku sungguh membencinya. Tapi, seperti apa yang telah hidup katakan, bahwa perbedaan cinta dan benci tipis adanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020