Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2014

Aku Ingin

Aku terlalu percaya bahwa dunia ini sudah terlalu dipenuhi dengan orang-orang jahat, tapi kamu datang dan membuatku percaya bahwa masih ada orang baik di bumi yang semakin tua ini. setidaknya, itu khayalanku tentang kamu. Aku ingin kamu datang. Entah berapa tahun lagi. Dan hingga saat itu tiba, aku hanya ingin mendengar kamu berkata "aku pulang", dan ku mohon, jangan pergi lagi.   Aku ingin menikmati bumi yang semakin menua ini bersamamu, hingga renta. Hingga rambut kita memutih, hingga kita tak bisa membedakan nama-nama cucu kita kelak.  Aku ingin menjadi alasanmu pulang. Alasanmu untuk tidak berlama-lama diluar rumah. Alasanmu untuk memperbaiki masa depan. Karena aku ingin, masa depan adalah kita, kamu dan aku. Aku ingin menjadi tempat terbaikmu berteduh ditengah panasnya dunia yang semakin menyengat. Aku ingin menjadi orang yang akan berbagi dongeng denganmu sebelum tidur hingga kita sama-sama terlelap dalam dekap hangat.  Aku akan belajar memasak un...

Penghujung Tahun dalam Kenangan

Dua tahun lalu kamu pernah berkata "tahun baru kita ke bromo ya, kita lewatin malam tahun baru disana, bareng sama temen-temen aku juga." Dua tahun lalu, kamu bilang bahwa tahun-tahun berikutnya, ingin kamu lewatkan bersamaku juga. Dua tahun lalu, kamu bilang bahwa "gak nyangka ya bisa sejauh ini sama kamu." Iya, itu 2 tahun lalu. Sebelum akhirnya kita berpisah dan semua yang ku tuliskan tadi hanya harapan yang belum sempat terwujudkan oleh kita. Kamu menjadi orang yang begitu ku kenal, sebelum akhirnya menjadi orang yang terlalu asing bagiku. Melewatkan malam pergantian tahun bersamamu masih menjadi mimpi yang ingin ku jadikan nyata. Namun, percuma saja jika sekarang kamu tak lagi bersamaku. Bahkan dua tahun lalu, kita berpisah tepat satu minggu sebelum malam pergantian tahun. Dua tahun lalu, penghujung tahun menjadi cerita yang sempat tak ingin ku ingat lagi. Aku benci gerimis dipenghujung desember, padahal sebelumnya aku penikmat hujan yang baik, aku jug...

Finally, you.

Aku memperhatikan mukanya yang pucat karena guyuran air hujan malam ini. Bibirnya gemetar karena kedinginan. Tubuhnya terbungkus handuk yang ku bawakan, dan kedua tangannya menggenggam segelas cokelat panas yang baru saja ku buatkan. Tatapannya kosong, dan entah mengapa aku selalu sedih jika melihatnya seperti itu. Ia berlarian menuju rumahku ditengah derasnya guyuran hujan. Seperti biasa, ia lari padaku saat hatinya terluka. Saat ia ingin didengar, saat ia butuh menangis tanpa diketahui orang lain selain aku. “kamu kenapa?” tanyaku padanya yang masih saja menatap lurus dengan tatapan kosong. Aku duduk disampingnya, menatap wajahnya. Sungguh, rasanya ingin sekali saat itu aku menyentuh wajahnya. “aku gak apa-apa kok rin.” Ia menatapku sebentar, lalu kemudian memalingkannya lagi. Ia menghela nafas panjang. Dari bibirnya tersungging senyuman yang entah harus ku artikan apa. Tanganku kuberanikan memegang punggungnya, padahal pada saat itu yang aku inginkan bukan hanya memegan...