Rindu yang tak Ku Inginkan
Aku ingat, begitu banyak canda tawa yang telah kita lewati bersama. Ada banyak juga air mata yang menetes di pipimu karena aku. Di akhir cerita, aku membuat sebuah luka. Mungkin aku tak pernah menangis seperti kamu. Bukan, bukan karena kamu selalu sepaham sama aku, tapi memang aku lebih kuat menahan jatuhnya air mata daripada kamu. Meskipun batin serasa dihantam terus menerus saat itu.
Sekarang, setelah setahun berlalu, aku kembali mengingat-ingat. Pikiranku sudah sangat-sangat waras saat ini, dibanding 1 tahun yang lalu. Aku berpikir tentang kita dulu, saat aku banyak menguras air mata kamu. Saat itu kita saling lupa, kita lupa untuk saling menjaga ego satu sama lain. Kita saling adu argumen kebenaran. Kebenaran untuk diri masing-masing.
Mulutku tidak mau mengalah mengucapkan kebenaran yang belum tentu benar untuk kita. Sekali lagi, aku tidak mau mengalah. Mungkin karena aku merasa sudah sering mengalah untuk sekedar membuat simpul senyum di wajahmu.
Ego saling beradu, emosi saling mengadu, sampai akhirnya kita saling berpisah.
Aku sukses membuat kamu menangis untuk beberapa minggu. Aku sukses melepas simpul senyum di wajahmu, aku sukses membuat kamu menjauh dariku. Tapi, kamu lebih sukses membuat aku rindu senyum manismu.
Karena saat ini, aku merindukanmu. Rindu yang tidak pernah kamu ketahui.
Kamu boleh tertawa karena melihatku yang membuatmu menangis, ternyata masih merindukanmu diam-diam. Mungkin benar kata orang, seseorang akan terasa lebih berharga ketika kita kehilangannya. Aku merasakan itu, setelah kamu pergi. Menyesal? Bisa dibilang begitu. Tapi, apa gunanya penyesalan saat ini. Semuanya sudah berlalu. Apa yang sudah terjadi tidak akan pernah kembali.
Seandainya aku mampu menahan emosiku saat itu, seandainya ego tidak pernah menguasai diri kita, mungkin saat ini kamu masih di sampingku. Dan tulisan ini pun tidak akan pernah ada. Mungkin aku hanya akan menuliskan tentang hari-hari kita dengan kebahagiaan. Tidak ada kata sakitnya menahan rindu, tidak ada kata menyesal karena telah saling melukai. Kita hanya lupa, bahwa cinta sesungguhnya tidak se-egois itu.
Untuk kamu. Seseorang yang saat ini membuatku sesak menahan rindu.
Aku rindu, dengan kebahagiaan yang dulu milik kita, dengan senyum manismu yang dulu milikku, dan entah kini milik siapa. Aku hanya rindu. Rindu yang entah harus ku katakan pada siapa agar kamu juga mendengarnya.
Dulu, rindu tidak pernah semenakutkan ini. Jika rindu, akan ku katakan rindu itu padamu. Dan kamu dengan senyum malu-malu juga mengatakan hal yang sama. Sekarang, rindu hanya jadi bagian yang harus kutahan diam-diam. Karena ia tidak akan pernah sampai pada tuannya.
Entah kini hatimu milik siapa. Entah kini kebahagiaanmu bersama siapa. Yang ku doakan selalu adalah yang terbaik bagimu. Aku hanya seseorang dari masa lalumu yang (masih) merindukanmu. Semoga rinduku padamu yang kupanjatkan pada Tuhan cukup untuk sekedar menghangatkanmu kala dinginnya malam membuatmu menggigil.
Ada banyak hal lagi yg ingin ku katakan dan belum sempat ku katakan setelah kita berpisah. Terima kasih, sudah mau berbagi tawa bersamaku. Terima kasih, karena mau memberikan bagian cerita di hidupmu bersamaku. Terima kasih, untuk cinta yang pernah kamu tawarkan meski kini semua tlah memudar. Terima kasih, sudah mau memahami kekonyolanku. Terima kasih, karena pernah memaklumi kebodohanku. Terima kasih, untuk tetap memaafkan ketika aku membuat kamu kecewa. Dan terima kasih, sudah membuat aku merindukanmu sedalam ini. Sekali lagi, terima kasih.
author:
@ghanaginigitu and me.
Komentar
Posting Komentar