Merelakan


Gilang sedang serius menatap laptopnya, ia terlihat sedang sibuk memencet setiap tombol keyboard-nya. Luna mengampiri Gilang yang sedang duduk sendirian di sudut cafe dengan laptop setianya yang ia letakkan di atas meja. Tanpa basa-basi ia langsug duduk di sebelah Gilang “eh Lang, tau gak? Kemaren pas daftar ulang gue ketemu sama kinan. Gue kaget lang bisa ketemu dia sana.” Gilang kaget mendengarkan luna yang asik bercerita dengan mukanya yang berseri-seri dan semangatnya yang seolah-olah dia abis dapet undian. Bagaimana  bisa Luna bertemu dengan kinan di kampus barunya. Jangan-jangan mereka ...
“terus Lun, itu si kinan ngapain disitu?” gilang berharap semoga dugaannya salah, semoga hanya kebetulan saja mereka bertemu, semoga kinan hanya tak sengaja lewat situ atau dia hanya mengantar saudaranya atau temannya yang daftar ulang di kampus itu.
“iya jadi pas ngeliat gue di kampus itu dia langsung nyamperin gue. Gue kira siapa, eh ternyata Kinan. Dan lo tau gak sih lang, ternyata dia juga diterima di kampus yang sama kaya gue, dan satu fakultas juga sama gue lang” gilang masih tak percaya pada apa yang diceritakan Luna. Bagaimana bisa ini terjadi. “jadi dia satu jurusan juga sama lo?” gilang bertanya dengan hatinya yang geram akan kenyataan itu. “engga lang, dia beda jurusan sama gue. Fakultasnya aja yang sama.”
“kok bisa sih ?” ucap gilang dengan muka heran. “hahaha, ya bisa lah. Jodoh kali.” Luna masih tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan kinan, matanya menerawang dengan wajah yang berseri-seri, dia tak menyangka bisa bertemu kinan disana, dan ajaibnya dia bisa satu kampus dengan kinan.
“yang lain pada kemana lang? Kok belum pada dateng sih?” tanya Luna pada Gilang yang kembali sibuk menatap laptopnya. “gak tau Lun, tadi katanya pada on the way. Eh sampe sekarang belum pada nyampe juga. Emang rajanya ngaret mereka”, ucap Galang dengan nada kesal.
“yaudahlah lang, kaya gak tau mereka aja” ucap Luna sambil tertawa. Ketika pintu kafe terbuka, Luna langsung menoleh ke arah suara pintu tersebut, “eh Lang, itu dia mereka” Galang menoleh ke arah pintu. “Rio, Arin, Alfan, siniiiiiii” teriak Luna memanggil para sahabatnya itu.
“haloo, sorry ya telat” ucap Arin dengan nada memelas sambil menatap Gilang yang kembali menatap laptopnya kesal. “kebiasaan” gerutu Gilang. “ya maafin atuh Gilang. Lo mah marah-marah mulu” gilang tak menanggagi perkataan Arin yang memelas meminta maaf kepadanya. Arin duduk disebelah Luna dan melihat Luna yang sepertinya hari ini dia sedang ceria sekali “eh Lun, muka lo ceria amat. Ada apa nih?”
“tuh, dia abis ketemu mantan terindahnya di kampus pas daftar ulang” ucap Gilang dengan nada santai, tapi tetap dengan mukanya yang dingin, hatinya yang panas, dan dadanya yang terasa sesak. Sebenarnya bagi Gilang tak masalah mereka satu kampus lagi. Tapi yang lebih membuat hatinya sesak adalah kenyataan  bahwa Luna masih mengharapkan Kinan, mantan kekasihnya.

***

Semenjak putus dengan kinan beberapa bulan yang lalu, Luna memang tidak pernah tau kabar kinan bagaimana, Kinan meneruskan kuliah dimana, atau mungkin kabar hubungan kinan dengan kekasih barunya. Luna hanya sibuk menyebuhkan hatinya. Dia sibuk memberi semangat untuk dirinya sendiri. Beberapa hari setelah putus, Luna masih sempat mencari tau bagaimana kabar mantan kekasihnya itu melalui jejaring sosial. Tapi ternyata, yang didapat luna hanya luka. Kesedihannya setelah putus belum  juga sembuh, dan sekarang ditambah dengan melihat kebahagiaan mantan kekasihnya dengan kekasih barunya. Dan semenjak saat itu, luna bertekad untuk benar-benar melupakan kinan. Kinan adalah mimpi buruk baginya, dan dia sangat membenci kinan dan tak mau tau lagi apapun tentang Kinan.
Hari-harinya berubah. Meskipun Luna memiliki banyak teman, tapi dia selalu merasa kesepian. Luna selalu benci dengan perpindahan. Kini hatinya harus membiasakan diri tanpa adanya Kinan dalam hari-harinya. Sesungguhnya, dia masih sangat mencintai kinan dan melupakan kinan adalah hal yang paling sulit yang harus dia lakukan. Dan ini adalah hal yang paling menyakitkan baginya, saat dia harus memaksa perasaannya untuk melupakan orang yang dicintai.
Gilang, Arin, Rio, dan Alfan selalu mencoba menghibur Luna. Mereka adalah sahabat-sahabat Luna. Setiap jam istirahat mereka selalu berkumpul dikantin. Mereka tertawa bersama, berbuat hal-hal konyol bersama, dan memang, tidak ada yang lebih indah selain persahabatan. Di akhir pekan mereka selalu menyempatkan nongkrong bareng di kafe atau mall, seperti biasa, mereka tertawa, mereka bernyanyi, dan semua dilakukan bersama. bagi Luna berkumpul bersama sahabatnya adalah caranya bersenang-senang untuk melupakan sakit hatinya. Tapi, ketika sendirian dia kembali lagi teringat tentang kenangannya bersama kinan.
Pernah suatu hari, Luna, Arin, Gilang, Rio, dan Alfan nongkrong disebuah kafe dengan nuansa klasik, dan lampunya yang romantis. Sebelumnya mereka belum pernah kesini bersama-sama. Ketika memasuki ruangan itu, tiba-tiba hatinya terasa sesak. Dia hanya bisa terdiam.
“eh kita nagapain sih ke sini? Romantis gini kafenya. Gue sebagai jomblo minder dateng kesini.” Rio masih terus berbicara tanpa henti, dia memutar matanya kesana kemari untuk memperhatikan setiap sudut kafe. “udah deh gak usah banyak cingcong, gue haus gue laper, perut gue udah manggil-manggil nih pengen makan. Udah kita duduk disana aja” Arin menunjuk salah satu meja yang masih kosong disudut ruangan.
“Hah, barusan Arin nunjuk kearah mana? Ke meja kosong yang di pojokan itu? dipinggir jendela itu? ya Tuhan, jangan disitu please, jangan!” Luna hanya bisa berkata dalam hati, dia tidak mau duduk disana. Dia ingin mencegah Arin tapi, ah ke empat sahabatnya sudah terlanjur duduk disana.
Luna hanya bisa melamun saat sahabat-sahabatnya sibuk bercerita dan tertawa. Ketika pesanannya datang, dia hanya sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng yang sudah dipesannya dan hanya menatapnya dengan tatapan kosong.
Gilang yang sejak tadi memperhatikan Luna semakin khawatir saat Luna hanya menatap nasi goreng itu. biasanya dia akan dengan lahap menyantap makanan kesukaannya itu. “lo kenapa sih lun? Dari tadi gue perhatiin kok bengong terus?” ucap gilang membuyarkan lamunan Luna. “engga kok lang, gue gak papa”. Luna tersenyum melihat gilang. Gilang tau, itu senyum paksa yang diberikan Luna. Pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan Luna.
“makan tuh Lun nasi gorengnya, masa Cuma diliatin doang, kan sayang. Kalau gak mau sini buat gue aja. Perut gue masih siap nampung nih hahaha”, alfan yang sejak tadi sibuk menyantap makanannya masih sempat untuk memberikan celotehannya buat Luna. “nih fan, kalau lo mau lo makan aja nasi goreng gue. Tapi nanti lo yang bayar ya”
“enak aja lo lun, itu namanya lo menjebak gue! Huu” Luna tertawa dengan teman-teman yang lainnya. Arin yang duduk disebalah Lunapun angkat bicara “lo kenapa sih lun? Sakit?”
“lo kepikiran kinan?” Belum sempat Luna menjawab pertanyaan Arin, Gilang menambahkan pertanyaannya yang membuat Luna merasa bahwa Gilang seolah-olah selalu tau apa yang dipikirkannya.
“engga, gue gak apa-apa kok. Cuman ya perut gue lagi gak enak nih, masuk angin kali. Bentar lagi juga gak apa-apa”. Luna berbohong. Hatinya sesak. Dadanya dipenuhi oleh kenangan saat dia sering menghabiskan waktunya disini bersama Kinan dulu. Kenangannya bersama Kinan seperti terpampang jelas di ruangan ini. Memaksanya untuk mengingat lagi, membuatnya merindukan Kinan.
“lo gak akan bisa bohong sama gue Lun” Gilang tersenyum pahit sambil menatap Luna “dengar ya Lun, gue gak tau masa lalu seperti apa tentang lo sama Kinan yang udah terjadi diruangan ini. Tapi yang pasti, sekarang, kita semua ada disini buat lo! Kita gak mau lo sedih, kita gak mau lo inget-inget lagi tentang Kinan. Dia masa lalu. meski tempat ini ngingetin lo sama dia, lo harus bisa ngelawan semua kenangan itu dan bangkit. Kita semua pengen ngeliat lo senyum, tanpa beban.. seperti dulu”
“terutama gue Lun. Gue selalu ingin ngeliat lo senyum, gue pengen ngebuat lo bahagia” ucap Gilang dalam hati.

***

Luna sudah berdandan rapi malam ini. Dari tadi sore dia sudah mandi dan mempersiapkan segalanya. mempercantik dirinya. Padahal biasanya, setelah adzan magrib dia baru akan mandi. Ya, semua ini karena Kinan. Kinan mengajaknya pergi malam ini, katanya, ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Luna. Tentu saja ia tidak akan menolak ajakan Kinan yang masih sangat ia cintai itu.
Jam 7 tepat, kinan sudah ada didepan rumah Luna. Luna sudah menunggunya dari beberapa menit yang lalu. Kinan memarkir motornya di depan gerbang rumah Luna, ia mengmampiri Luna setelah meletakan helm-nya di atas jok motor. “hai Lun, udah siap?” ucap Kinan pada Luna dengan senyum yang mampu membuat hati Luna bergetar.
“udah kok, yuk” Luna berjalan mendahului Kinan menuju ke arah motor Kinan yang diparkir didepan gerbang. Tiba-tiba Kinan menarik tangan luna, Luna menghentikan langkahnya. Ia masih tercengang. Kinan memegang tangannya lagi setelah sekian lama. Luna merasakan ada yang berdesir keras disekitar hatinya. Luna menoleh perlahan pada Kinan.
“eh tapi aku mau pamit sama orang tua kamu dulu” ucap galang yang tiba-tiba memegang tangan Luna.
“mama sama papa lagi keluar, kakak main sama temannya dari tadi. Aku tadi udah bilang kok kalau mau keluar sama kamu”
“serius? Diizinin sama orang tua kamu?”
“iya, kalau perginya sama kamu pasti diizinin” Luna dengan malu-malu mengucapkan itu. Kinan hanya tersenyum menatap Luna.  “kita mau kemana?” ucap Luna. “udah ikut aja”. Kinan melajukan sepeda motornya. Kini laki-laki itu sekarang ada dihadapannya lagi. Luna merindukan moment ini, moment saat ia menyusuri setiap jalan dibelakang orang yang dikasihinya. Menatap Kinan dari belakang, melihat senyumnya yang menenangkan, baginya hal itu sangat membahagiakan.
Kinan menghentikan motornya didepan sebuah kafe. Luna ingat, bahkan sangat ingat. Kafe ini yang menjadi saksi perjalanan cintanya bersama Kinan. Di tempat ini, ceritanya bersama Kinan di mulai, dan di tempat ini juga, dia harus mengakhiri cerita itu. Sekarang, Kinan membawanya ke tempat ini lagi, tempat yang penuh kenangan.
“yuk masuk” Kinan menggenggam tangan Luna, sudah lama rasanya ia tak pernah menggenggam tangan itu. laki-laki itupun ternyata merindukan Luna. Gadis yang pernah sangat ia cintai dulu, tapi juga ia lukai. Tapi ditempat ini, Kinan ingin mengulang semuanya kembali.
Luna hanya mengangguk pelan dan tersenyum sambil membalas genggamanan tangan Kinan. Menyenangkan memang, ketika setiap celah dari jemari kita, diisi oleh jemari lain dari tangan orang yang kita cintai. Yang menggenggam tangan kita erat, seolah-olah ia merekat dan tak bisa dipisahkan.
Mereka berdua berjalan memasuki kafe. Kinan mengajak Luna untuk duduk disudut ruangan kafe yang menjadi tempat favorit mereka dulu. Setalah duduk, Kinan memesankan nasi goreng dan jus jambu kesukaan Luna, tanpa bertanya pada Luna terlebih dahulu. Luna tidak menyangka bahwa laki-laki itu masih mengingat apa yang menjadi kesukaannya. Setiap ke kafe ini, Luna memang tidak pernah memesan yang lain selain nasi goreng dan jus jambu. Dan Kinan memesan vanilla latte, kesukaannya. “Dia belum berubah” ucap Luna dalam hati.
“kamu masih inget gak, ini adalah tempat favorit kita dulu. Kita sering banget menghabiskan waktu berdua di tempat ini, aku sampe pesan vanilla latte 3 kali saking lamanya kita disini” Kinan menatap Luna dengan tersenyum.
“aku bahkan tidak pernah mencoba untuk melupakan segalanya” Luna tersenyum, menatap keluar jendela. Kafe ini masih jadi favoritnya, dan akan selalu seperti itu. tiba-tiba, Kinan memegang tangan Luna yang berada diatas meja, mereka saling berhadapan “Lun....” Kinan menatap Luna lekat-lekat. “iya Nan? Kenapa?” tanya Luna heran. “aku mungkin udah melakukan kesalahan terbesar dengan menyia-nyiakan kamu dan menyakiti kamu. Aku bodoh! Aku minta maaf untuk semua air mata kamu yang menetes karena aku. Aku minta maaf” Kinan menghela nafas, menunduk sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya “aku sadar ternyata aku gak bisa lupain kamu, aku masih sayang sama kamu. Kamu yang terbaik buat aku. Dan aku senang banget saat ketemu kamu dikampus dan ternyata kamu juga kuliah di kampus itu” Kinan semakin menggenggam tangan Luna erat “aku sayang kamu Lun..” nadanya merendah, menatap sendu pada Luna “aku mau mengulang lagi semua cerita kita, dengan cara yang lebih baik, yang tidak akan menyakiti kamu lagi. Kamu mau kan?”
Luna membisu, belum menjawab pertanyaan Kinan. Matanya berkaca-kaca. Ia dulu bermimpi bahwa laki-laki ini akan kembali padanya. Dan sekarang saat kinan benar-benar ada dihadapannya dan mengatakan apa yang diharapkannya, Luna malah terdiam. Ia tidak tau harus menjawab apa sekarang. Ia senang, ia terharu, tapi ia juga ragu. Kenangan masa lalunya yang pahit bersama Kinan dulu kembali terbayang olehnya. Ia takut terluka karena Kinan untuk yang kedua kalinya. Tapi, disudut hatinya yang terdalam ia masih sangat mencintai Kinan. Luna sadar, Kinan juga banyak memberi banyak kebahagian untuknya. Selama ini, Kinan-lah yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka-nya. Bagi Luna, kinan bukan sekedar kekasih, tapi juga sahabat. Kinan bisa mendengarkan setiap keluh kesah Luna. Ia selalu jadi sandaran untuk Luna. Kinanlah tempat ia bercerita tentang mimpi-mimpinya. Bersama Kinan, ia selalu merasa bahwa mimpinya akan selalu bisa ia capai.
“Lun, kenapa diam?” Kinan menatap Luna yang masih saja membisu “aku janji lun, gak akan nyakitin kamu lagi, aku gak akan egois lagi. Aku minta maaf. Kita bisa mulai semuanya dari awal lagi”
Mungkin, cintanya terlalu kuat untuk Kinan. Hingga bisa mengalahkan semua keraguan dihatinya. Benar kata orang, cinta bisa mengalahkan segalanya termasuk ketakutan Luna untuk memulainya lagi, dan keraguan Luna akan Kinan. Luna melepaskan tangannya dari genggaman Kinan, ia menghapus air matanya yang mulai menetes. Ia tersenyum, lalu menggenggam tangan Kinan yang masih ia letakkan diatas meja. Wajah Kinan masih memelas menatap Luna lekat.
“cinta tidak pernah berkata maaf” senyum tersungging dari bibir Luna. Ia mengucapkan kalimat itu pada Kinan. Kinan yang masih tak mengerti dengan ucapan Luna lalu bertanya “jadi?” Kinan memiringkan kepalanya menatap Luna heran. Luna hanya mengangguk dengan senyum simpul diwajahnya sambil berkata “iya....”
Kini, ceritanya dimulai kembali.

***

“jadi lo udah balikan sama Kinan, Lun?” pertanyaan Arin dengan wajahnya yang shock hanya dijawab anggukan oleh Luna dengan senyum malu-malu dibibirnya.
“jadi, kali ini makan gratis dong. Kan baru ada yang balikan. Cieeee” Ucap Rio yang dilanjutkan dengan tawanya dengan alfan. “yah, gue sih ikut seneng kalau lo seneng” alfan menepuk pundak Luna dengan tersenyum.
Luna, Arin, Rio, Alfan dan Gilang sedang berkumpul di kafe, tempat dimana mereka biasa berkumpul bersama. mereka bahagia mendengar kabar bahagia dari Luna, tapi tidak dengan Gilang. Bagaimana bisa Luna mau menerima Kinan kembali setelah apa yang dilakukan Kinan padanya. Bukannya bahagia, dia malah sedih. Dadanya terasa sesak. Bukankah cinta memang seharusnya membiarkan orang yang dicintai bahagia dengan pilihannya? Meski bukan dengan kita.
“lo yakin Lun sama keputusan lo?” ucap Gilang.
“gue yakin lang” Luna hanya tersenyum.
“Lun, denger ya. Mantan itu kaya novel Lama yang udah pernah lo baca. Dan saat lo balikan, lo sama aja kaya baca lagi itu buku. lo tau ceritanya kaya gimana, bahkan lo tau endingnya  kaya gimana. Jadi kalo lo balikan sama mantan lo, lo Cuma melakukan hal yang sia-sia, karena endingnya pasti akan tetep sama” ucap Gilang meyakinkan Luna.
Luna mendengarkan ucapan Gilang baik-baik, ia mengerti bahwa Gilang mengkhawatirkannya.
“lang, saat lo baca novel untuk yang kedua kalinya, pasti lo bakal nemuin hal baru yang pernah terlewatkan pada saat lo baca novel itu untuk pertama kalinya” Luna tersenyum “novel yang ceritanya bagus, kadang membuat pembacanya untuk membaca novel itu lagi, lagi, dan lagi. Dan buat gue. Cerita gue sama Kinan itu indah, dan gue yakin mau mengulang itu lagi. Memperbaiki yang salah, dan memahami yang pernah terlewatkan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua”.
“tapi kesempatan kedua itu hanya untuk orang yang mau berubah, Lun” sela Gilang.
“gue yakin Kinan udah berubah dan mau berubah jadi lebih baik lagi” senyum tersimpul dari sudut bibir Luna. Kali ini, Gilang tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya pasrah dengan keputusan yang sudah diambil Luna.
Luna tidak pernah menyadari bahwa ada hati yang lain yang ingin menyentuh hatinya. Bahwa selama ini, ada orang lain yang tulus mencintainya. Orang yang selalu ada untuk Luna ketika Luna sedih. Yaitu, Gilang. Gilanglah yang selama ini menghapus air mata Luna yang disebabkan oleh Kinan. Gilang selalu mencoba untuk membuat Luna tersenyum saat dirinya terluka. Gilanglah orangnya, tapi Luna tidak pernah menyadari itu. 
Gilang sudah berusaha untuk menyentuh hati Luna. Untuk sekedar membuat gadis itu agar bisa melihat hatinya. Mungkin, Luna memang menganggapnya hanya sekedar sahabat dan tidak pernah lebih dari itu. kali ini, Gilang memang harus menyerah. Ia sudah menentukan pilihannya. Ia akan pergi ke Korea untuk melanjutkan pendidikannya. Selama ini, tidak pernah ada yang tau bahwa diam-diam Gilang berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Korea Selatan. Negeri gingseng itu adalah negeri impiannya. Kali ini dia yakin dengan keputusannya. Sebelumnya dia memang sempat ragu, karena ia mengkhawatirkan Luna. Ia takut Luna terluka lagi. Ia takut tidak ada yang menghapus air mata Luna ketika ia menangis, ia takut luna sendirian. Ia selalu ingin berada disamping Luna. Gadis yang selama ini selalu ia cintai diam-diam. Mendengar bahwa akhirnya Luna kembali dengan Kinan, Gilang meyakinkan pilihannya untuk pergi. Mungkin benar kata Luna, Kinan sudah berubah, dia tidak akan menyakiti Luna lagi. Kinan pasti akan menyayangi dan melindungi Luna.
Gilang akan pergi. Dia akan ke Korea, negeri dengan sejuta mimpi. Ia berhak menerima apa yang ia dapatkan dari kerja kerasnya. Ia tidak akan membiarkan semua itu sia-sia. Gilang akan menapakan langkahnya di Korea. Mengejar semua mimpinya, dan... menyembuhkan hatinya disana.

Komentar

  1. Kinan kan nama cewek. Harus nya emang di buat cewek aja biar anti mainstream.. Hha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kinan juga ada yg cowok mas hehe. Waduh lesbi lak'an haha

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020