Jatuh Cinta itu...



Semua mahasiswa baris berdasarkan kelas. Berjejer rapi. Bagiku, semua kegiatan ini menyebalkan. Menyita waktu, menguras tenaga, dan tentunya tak ada yang bisa memberiku semangat kecuali..... dia. Laki-laki itu berhasil menyita perhatianku. Pandanganku tak pernah lepas dirinya.  Laki-laki itu memegang kamera ditangannya, dan tas kecil yang ia selempangkan dipundaknya. Lengkungan bibirnya membuatku berada dalam dunia yang entah mengapa membuatku tertawa geli dalam hati. Dia panitia dalam ospek ini, senior yang umurnya 2 tahun diatasku. Ospek ini memang menyebalkan, tapi entah, aku menikmati semua kegiatan ini selama aku bisa memandangnya.

Ospek selesai. Ku pikir rasaku padanya hanya kekaguman sesaat. Tapi, kali ini berbeda. Setiap kali berpapasan dengannya di lorong-lorong kelas, aku menemukan desir aneh yang menjalar dalam hati. Tidak, ini bukan cinta! Tapi, entahlah. Aku menemukan secercah kebahagaian jika aku melihatnya, meskipun dari jauh. Aku bahkan hafal jam berapa dia kuliah setiap harinya, dan jam berapa dia pulang. Pernah sesekali aku sengaja keluar kelas, meninggalkan dosen yang sedang mengajar, beralasan ingin pergi ke toilet. Iya ini hanya alasanku. Jam-jam seperti ini, biasanya dia baru datang ke kampus. Dan, kebetulan yang ku perbuat dengan sengaja ini berbuah manis. Ketika aku membuka pintu kelas untuk keluar, dia sedang berjalan ke arahku. Ah, bukan. Bukan ke arahku, tapi lebih tepatnya, ke arah kelasnya yang berada disebelah kelasku. Aku terdiam di depan pintu, seperti patung yang sengaja diletakkan di sana. Dia lewat di depanku, tanpa menoleh, menatap lurus kedepan dengan wajah datar. Dan seperti biasa, dia tak pernah menganggapku ada. tentu saja, aku hanya bagian dari wanita-wanita yang juga mengaguminya. Aku hanya seonggok kecil, yang mungkin terlalu berharap banyak. 

Aku mengikuti satu organisasi mahasiswa. Bukan,  bukan himpunanan mahasiswa jurusan ataupun badan eksekutif mahasiswa. Ini hanya semacam organisasi kepanitian untuk satu kegiatan kampus. Yah, dengan terpaksa harus mengikuti organisasi ini. Kalau bukan karena didaftarkan temanku, mungkin aku tidak akan pernah mau mengikuti ini, menyita waktu. Masih banyak tugas-tugas kuliah yang harus ku kerjakan, dan yang pasti, semua itu lebih penting. 

Entah kebetulan seperti apa lagi. Ternyata laki-laki itu juga mengikuti organisasi ini. Dan aku semakin dekat dengannya. Kini, aku bisa memandangannya dari dekat, bahkan sudah bisa berbincang dengannya. Meskipun percakapan itu hanya tercipta ketika ada rapat antar semua pengurus. Aku tidak peduli, sedikit berbicara dengannyapun sudah membuatku bahagia. Aku rela, menyita banyak waktuku hanya untuk rapat yang  membosankan ini asal bisa sedekat itu dengannya.  Kadang, dia duduk disampingku. Aku hanya bisa berpura-pura fokus dengan catatan kecil yang ada didepanku. Tapi tahukan dia, jantungku berdegub kencang ketika dia ada disampingku. Semoga dia tidak mendengar suara itu, degub jantung yang berdetak lebih cepat dan lebih kencang dari biasanya. Biar aku saja yang merasakannya, dan jangan biarkan dia mendengarnya walau satu dentakan, dua dentakan ataupun tiga dentakan. 

Dan hari itu, rapat ternyata selesai sampai jam 8.30 malam, aku harus berjalan sendirian dari kampus menuju kos yang jaraknya tidak begitu jauh. Tapi, aku tidak pernah berani berjalan sendirian meskipun waktu masih menunjukan jam 8 malam. Entah skenario apalagi yang diciptakan tuhan, ketika aku berjalan keluar kampus, ada suara yang menyapaku dari samping “pulang sendirian?” katanya. Laki-laki itu menyapaku. Dan bodohnya, aku diam. Lidahku kelu, rasanya terlalu kaku hingga tak mampu berucap satu katapun. Aku hanya bisa mengangguk. “kos dimana? Biar aku anter. Udah malem” aku tercengang mendengar kalimatnya. Dia mau mengantarkanku pulang. Aku hanya mengangguk seadanya, dan menjelaskan dimana letak kosku, lalu mulai mengikuti dia dibelakangnya menuju motor yang dia parkir didepan kampus. 

Aku berada dalam boncengannya. Sungguh, aku tidak ingin detik itu berakhir. Seketika, aku ingin waktu berhenti kala itu. Saat aku bisa memandang wajahnya dari belakang, hidungnya yang mancung, matanya yang sayu dan menyejukan, senyumnya yang manis. Entah, aku ingin waktu berhenti berputar, agar aku bisa selalu sedekat ini dengannya. Aku  mulai mengerti kemana arah perasaan ini. Tapi mungkinkan aku bisa menggenggam bintang seindah ini yang nyatanya dia terlalu tinggi bagiku? Tidak, tidak boleh! Aku tidak boleh mengharapkan sesuatu yang terlalu sulit untuk diraih. Tapi dia baik padaku, mau mengantarkanku pulang. Ah mungkin saja, dia memang baik pada semua orang. Jika ada wanita lain yang dikenalnya dan pulang sendirian malam-malam begini mungkin dia juga akan mengantarkannya pulang. 

Sampai dikos, aku hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih padanya. Waktu terlalu cepat. Bisakah ku ulang kembali kejadian tadi? Berada dalam boncengannya ternyata bisa semenyenangkan itu. Dia tersenyum padaku “lain kali, pasti rapat tidak akan selesai sampai malam begini lagi. Supaya gak ada anggotanya yang pulang sendirian malam-malam begini, apalagi cewek”. Aku tersenyum lagi, berterimakasih lagi padanya. Rasanya ingin detik itu juga aku menari-nari disitu dan tertawa sesuka hati. Menunjukan pada dunia bahwa aku sangat bahagia malam itu.
Dia melajukan motornya, aku menatap punggungnya. Tetap diam disitu hingga punggungnya tak terlihat lagi. Aku menari-nari memasuki kamar kosku, wajahku sumringah bahagia. Ah, aku ingin seperti itu lagi, bersamanya. Hal-hal sederhana itu ternyata sangat menyenangkan jika bersamanya.

***

Pagi itu sangat cerah. Entah apa yang membuatku sangat bersemangat pagi ini, mungkin karena kejadian semalam yang masih mengiang-ngiang dalam otakku. Oh laki-laki itu. Aku tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian semalam.

Hari ini jadwalku kuliah pagi, dan seingatku laki-laki itu juga ada kuliah pagi hari ini. Mengingat hal itu, aku bergegas pergi ke kampus. Melihatnya lagi. Melihat senyuman itu, atau mungkin bisa berbincang dengannya untuk sekedar membahas hal-hal yang dibahas saat rapat kemarin ataupun  membahas kejadian semalam saat dia mengantarkanku pulang.

Dan benar, sesampainya dikampus, aku melihat dia berjalan menyusuri koridor kampus. Aku berjalan mendekatinya. Berharap dia melihatku dan menyapaku lebih dulu. Tapi... hei lihat. Aku baru menyadari satu hal, sejak dia berjalan tadi ada wanita disampingnya. Aku menghentikan langkahku dengan jarak yang tak jauh darinya. Dia bahkan tak menyadari kehadiranku.
“makasih ya ri tumpangannya” gadis itu tersenyum menatap wajah laki-laki disebelahnya.
“iya, sama-sama. Aku gak tega liat cewek jalan sendirian gitu. Apalagi lagi  kerepotan bawa barang-barang segitu banyaknya”
“oh, ini buat praktek nanti” laki-laki itu hanya tersenyum pada gadis disebelahnya.

Ternyata, Laki-laki itu memang baik, bukan hanya padaku. Tapi pada semua orang. Dugaanku salah. Soal dia yang mau mengantarkanku pulang, ternyata dia juga melakukan hal yang sama pada orang-orang disekitarnya. Aku terlalu bodoh jika menganggapnya suka padaku hanya karena dia mau memberikan tumpangannya untuk mengantarkanku pulang. 

“hei tia, kuliah pagi juga” dia menyadari kehadiranku, tersenyum menatapku dengan wajah sayunya. Ya tuhan, bagaimana aku bisa menahan perasaanku untuk tak jatuh cinta pada laki-laki didepanku ini.
“eh, hmmm iya aku juga kuliah pagi. Eh aku masuk ke kelas duluan ya” hanya itu yang ku katakan padanya. Aku berjalan menjauh dari dua orang itu. sesak. Entah apa itu namanya. Tapi ada rasa sakit yang menjalar ke seluruh bagian hati. Rasa sakit yang kuciptakan sendiri dari harapan-harapan yang ku buat seolah nyata.

Ternyata seperti ini jatuh cinta. Bisa menerbangkanmu dalam sekejap, bisa juga mengantamkanmu hingga terjatuh ke lubang yang paling dalam. Cinta, yang seharusnya indah bisa saja menjadi buih buih luka karena harapan-harapan kecil yang di buat oleh hati itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020