Seharusnya Kita

Seharusnya, aku tidak mengabaikan ketika kau dekat. Seharusnya aku peduli ketika kau juga peduli. Dan seharusnya, memang seharusnya.. kita mengesampingkan ego untuk hati yang sudah saling terpaut.

Berkali-kali aku mencoba menyembunyikan luka ketika pengabaian itu masih saja kau berikan. Menepikan segala ketidakpedulianmu. Mencoba menulikan telinga dan menutup mata dan meyakinkan diri bahwa aku baik-baik saja. kautau rasanya jadi aku? Tapi, aku tidak akan membiarkanmu merasakan rasanya jadi aku. Iya, aku mencintaimu. Dan seseorang yang mencintaimu dengan tulus tidak akan membiarkan kamu terluka.

Bisakah kita sama-sama mengesampingkan ego.  Lupakan luka yang pernah kusebabkan dan aku akan melupakan luka yang (mungkin) kau sebabkan. Bagaimana bisa kita sama-sama terluka sementara diantara kita tidak pernah ada penyatuan? Kalau aku menyebutnya ini dengan cinta, bolehkah?

Aku tidak punya kemampuan untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi diantara kita. Ketika aku berjuang untuk cintamu, kamu terlalu sibuk dengan cinta yang lain. Mungkin, saat itu kau sedang berjuang untuk wanita lain. Dan ketika kamu berubah berjuang untuk cintaku, aku yang justru mengabaikan. Bukan apa-apa, aku masih saja teringat ketika aku tau kau memperjuangkan cinta yang lain. Aku takut, hatimu tak pernah memilihku. Sekarang kau mengerti? Aku masih, masih mencintaimu walau tanpa penyatuan.


Bisakah kita sekarang memulai segalanya dari awal? Tanpa mengingat luka yang pernah ada. sama-sama saling memperjuangkan, saling mempertahankan. Genggamlah tanganku, dan akan ku renggangkan jemariku untuk menjemput rengkuhan jemarimu. Kita bisa melangkah bersama. dan mungkin, bahagia akan kita temukan ketika tangan kita saling berpautan dan kita sama-sama saling memperjuangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Kata, dari yang Merindukanmu

Sebuah Jawaban

Suatu Hari di 2020