Jadikan Aku Tujuan, bukan Persinggahan
Aku terlentang,
menatap langit-langit kamar. Apa sebenarnya yang salah dari diriku? Aku mungkin
terlalu tidak sempurna seperti yang kau minta, hingga saat ini kau belum bisa
benar-benar menetap untukku. Kamu tak pernah menganggapku sebagai tujuan. Hanya
persinggahan, dimana ketika kau lelah mencari lalu kau menolehku lagi. Kamu
datang untuk pergi, lagi. Dan, selalu seperti itu.
Entah kenapa aku
masih saja mau bertahan seperti ini. Kamu seakan-akan tak pernah peduli. Yang
kau tau hanya aku akan menerimamu kembali setelah apapun yang kau lakukan. Kau
senang jika aku kesakitan? Melihatmu berkeliaran mencari dan bersama wanita
lain. Ketahuilah, ini tak mudah bagiku. Kalau kau bilang kini aku mulai
membencimu, kau salah! Sepicik itukah pemikiranmu? Kau tahu perasaanku bukan?
apa kau pernah melihat sorot kebencian di antara bola mataku ketika melihatmu?
Sayang, harus
berapa lama lagi aku bersabar melihatmu seperti itu? Kau bilang aku ini apa
yang kau mau. Tapi, apa yang kau lakukan dalam nyatamu? Aku seperti boneka
bagimu. Kamu begitu manis saat datang, lalu kemudian tergesa-gesa untuk pergi.
Seperti biasa, perpisahan. Ketika kau datang, aku terlanjur menaruh harap
terlalu banyak. Aku mulai lagi merangkai mimpi yang juga dulu sering kita
bicarakan. Segalanya terasa sempurna. Kamu memulai lagi menjadi penyebab tawa.
Sentuhan hangat jemarimu kembali lagi
menjadi satu hal yang ku dapatkan. Pelukmu, ciuman di keningku, bahu yang kau
berikan untukku bersandar seperti benar-benar kembali. Iya kembali, tapi untuk
hilang lagi.
Sampai kapan
seperti ini. Ketika kau pergi, selalu ada keyakinan dalam hatiku bahwa kau akan
kembali lagi. Aku tak pernah benar-benar mengerti alasan kamu pergi. Ketika aku
sibuk memperjuangkanmu dan semakin mencintaimu, kamu pergi. Bisa kau bayangkan?
Ketika semua yang sudah ku kubur dalam-dalam harus kembali ku ungkit ketika kau
datang. Semuanya terasa nyata, kamu meyakinkanku dengan sungguh. Membangkitkan
segala kenangan. Kamu seperti datang untuk memulihkan dan menyembuhkan
segalanya. Tapi ternyata, semua dugaanku salah. Apa pedulimu dengan perasaanku
yang terluka. Kamu tak pernah menyelami kedalaman perasaanku untukmu.
Aku harus
berjuang lagi sekarang. Untuk yang kesekian kalinya kau berhasil membuatku
jatuh dan terpuruk. Mungkin aku pernah mengatakan bahwa ini adalah hal mudah
bagiku. Berjuang untuk bangkit dan melupakan kesakitan ini, walau sering ku
lakukan, tapi aku masih saja kesulitan melakukannya. Bila kau tak percaya kau
boleh rasakan bagaimana rasanya jadi aku.
Dengarlah sayang,
aku kembali kesulitan kemana rindu ini harus ku arahkan ketika aku
merindukanmu. Aku kembali kesulitan untuk terbiasa tanpa sapaanmu lagi. Aku
menulis ini dengan tangan gemetar, sesak didadaku yang memuncak. Ada tetesan
yang jatuh dari pelupuk mata ketika aku terpejam. Pipiku basah. Tolong, untuk
kali ini saja jangan bilang aku cengeng. Jangan bilang aku lemah. Aku kesulitan
menghapuskanmu. Meski ada air mata, segala hal denganmu selalu terlihat manis
dimataku. Aku merindukanmu, kamu yang dulu. Begitu manis, bagitu menenangkan
dan menyejukan. Kalau ku bilang jangan pergi, apakah kau akan tetap tinggal?
Tentu saja, kamu akan tetap kekeh pada pendirianmu. Perkataanku hanya angin
lalu bagimu. Yang kau dengarkan untuk kemudian kau abaikan. Bisa kau rasakan
perasaanku? Aku membutuhkan uluran tanganmu untuk sekedar menghapus air mataku.
Aku selalu menunggu waktu dimana kau akan
benar-benar kembali di sini. Bukan datang untuk kemudian pergi lagi. Jangan
seperti angin lalu sayang, aku menunggumu. Berlarilah jika kau ingin berlari,
carilah apa yang ingin kau cari. Yang terbaik ataupun yang bisa membuatmu
bahagia dan nyaman lebih dari aku. Kalau kau memang telah benar-benar
menemukannya, aku akan merelakannya. Yang terpenting bahagiamu. Tapi jika kau
menemukan jalan buntu, pulanglah. Aku di sini, untukmu. Jadikan aku tujuan,
bukan persinggahan.
Komentar
Posting Komentar