Untukmu, Aku Rela Menunggu :)
"28 februari 2013
Try out selesai. Beberapa minggu lagi ujian nasional datang. Aku semakin takut. Tapi aku tau, segalanya harus kuhadapi.
Sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah ini. Masa SMA akan segera berakhir, kisah tentang putih abu-abu akan segera berlalu. Suatu saat nanti aku pasti akan merindukan masa-masa ini. Apalagi alvin, dia yang beberapa bulan terakhir ini menemaniku, kekasihku. Segala kenangan manis kami ukir disini. Tapi sayang, sebentar lagi dia akan melangkah jauh. Bukan untuk meninggalkanku, tapi untuk mengejar mimpinya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya mendukung segala keputusannya. Aku bangga dia punya mimpi yang besar. Meskipun harus melanjutkan kuliah di negeri orang dan jauh dariku. Aku tidak bisa membayangkan ketika harus jauh darinya. Bagaimana aku bila tidak ada dia. Siapa lagi orang yang bisa kuajak bercerita kalau dia jauh. Siapa yang mau mengingatkan aku lagi ketika aku salah. Siapa lagi yang mau meredam emosiku ketika aku kesal. Hanya dia, dia satu-satunya yang mampu mengerti aku"
"hei"
sapa alvin mengejutkanku.
"Eh iya vin, kamu belum pulang?"
"Belum sayang. Aku dari tadi nyariin kamu. lagi nulis?"
"Iya, kaya biasanya. Hehe"
"Dasar kamu, kebiasaan. Bukannya langsung pulang" ucapnya sambil mengelus rambutku.
Aku hanya tersenyum menatapnya yang duduk di sebelahku, aku akan merindukan moment seperti ini nanti. Dan mungkin, suatu hari nanti aku harus menunggu selama beberapa waktu untuk mendapatkan moment seperti ini lagi.
"Lagi nulis apa sih?"
"Ah engga, biasalah, catetan kecil"
"Coba liat sini" sambil mengambil buku catatan yang aku pegang.
Belum sempat aku bilang jangan, tapi dia sudah terlanjur merebutnya dari genggamanku. Hmm, semoga dia tidak berpikir macam-macam tentang tulisanku itu.
Dia tersenyum sambil membaca kata demi kata yang ada dalam tulisan pendek itu. Alvin tau aku memang suka menulis. Dia satu-satunya orang yang selalu mendukungku dalam hal apapun. Alvin, aku pasti akan merindukanmu nanti, sangat merindukanmu.
Dia menutup buku itu. Dia menatapku dengan senyuman. Tatapan yang selalu membuatku damai. Tuhan, beruntung sekali Kau pertemukan aku dengan orang seperti dia.
"Kamu sedih aku mau pergi jauh?" ucapnya sambil tetap menatapku dalam.
"Menurut kamu?"
"Iya aku ngerti, bahkan tanpa membaca tulisan itu aku udah ngerti kamu bakal sedih"
"Bagus deh kalo udah ngerti"
ucapku sambil memalingkan muka. Hmm, sudah ku bilang tadi, alvin memang selalu mengerti aku. Tanpa aku bicara dia pasti sudah mengerti apa yang ingin aku katakan.
"Kok jutek gitu sih. Sayang, aku pergi bukan buat ninggalin kamu. aku cuma mau belajar di negeri orang. Dan itu ga akan lama"
"4 tahun itu ga sebentar"
"Iya aku tau. Kamu harus sabar. Aku pasti pulang, buat kamu"
"Iya, aku tau. Sering-sering kasih kabar ke aku nanti. Kamu jangan genit-genit disana godain cewek-cewek"
"Ih kamu apaan sih, takut ya aku suka sama cewek lagi?" Godanya sambil tertawa melihatku.
aku hanya tersenyum malu sambil mencubit tangannya. Alvin memang selalu bisa mencairkan susasana.
"Denger ya, disana mungkin banyak yang lebih dari kamu. Yang lebih cantik dan lebih segala-galanya dari kamu. tapi yang harus kamu tau, yang aku mau cuma kamu. Bukan yang lain"
"Alviiiiiiiiiinn" ucapku sambil masuk kedalam pelukannya. Aku bersandar dibahunya. Tempat paling nyaman setelah bahu mama. Aku memeluknya erat.
"Harus berapa lama aku nunggu kamu vin?"
"Sebisa kamu sayang"
"Kalo aku ga bisa? Kalo aku capek?"
"Aku gak maksa kamu. Aku cuma mau kamu nunggu aku sekuat kamu. Aku juga ga ngelarang kamu buat suka sama cowok lain. Tapi, kalo aku pulang nanti kamu harus mau terima aku lagi"
"ih dasar, itu namanya maksa tau" ucapku manja sambil bergelayut ditangan alvin.
"Biarin, kan cinta :p"
"Eh kalo misalnya aku yang suka sama cewek lain disana gimana?"
Aku diam sejenak mendengar ucapan alvin barusan. Lalu ...
"Gak apa-apa kalo kamu suka sama cewek lain disana, yang penting cinta kamu masih utuh buat aku" ucapku sambil tersenyum menatapnya
"Pasti sayang" ucapnya dengan mengelus rambutku.
Hening. Kami diam tak mengeluarkan kata. Alvin memang seperti malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Dia merubahku. Dia membuatku menjadi lebih baik. Dia menuntunku ke jalan yang seharusnya. Dia menopangku saat ku jatuh. Dia mengulurkan tangan saat aku terpuruk. Bersamanya aku mungkin mengenal air mata, tapi bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan. Alvin juga seperti obat buatku, penyembuh luka, penyembuh tangis, dia memulihkan segalanya. Dia mampu menerima kekuranganku. Dia membuat kisahku menjadi sempurna. Mungkin bagi mereka alvin orang biasa. Tapi bagi hidupku alvin sangat berarti.
"Pulang yuk" ucapnya membuyarkan lamunanku
"Yuk" sautku sambil mengambil tas yang ku letakkan di sebelahku.
Kami berdua berjalan menuju parkiran. Kami bercanda, kami tertawa, selalu seperti itu. mungkin masalah selalu datang, cobaan selalu ada. Tapi kami saling menguatkan. Alvin selalu bilang, setiap cobaan yang datang harus membuat kita semakin kuat. Dan aku percaya itu.
"Tunggu aku ya, kalo aku pulang pokoknya kamu harus nikah sama aku"
Ucapnya dengan nada tertawa
"Ih kok nikah sih? Gamau ah :p" aku menyauti perkataannya dengan bercanda.
"Ih kok gamau sih, pokoknya harus!"
"Aku kan masih mau kuliah, kerja, mau bahagiain mama papa. Emang kamu engga apa?"
"Iya dong, kan abis itu kita nikahnya"
"ih dasar tukang maksa"
"Biarin, kamu kuliah yang bener disini. Harus mandiri."
"Oke bos" ucapku sambil tertawa dan mengangkat tanganku ke atas alis. :D
Kamipun tertawa, candaan yang mengalir diantara gelak tawa. Aku akan menunggumu alvin, untuk orang sepertimu, seribu tahunpun akan kunikmati setiap penantian yang ada. Aku mencintaimu, lebih dari setiap kata cinta yang terlontar dari mulut, lebih dari setiap tulisan yang terangkai untukmu. Lebih dari itu, kamu tak harus tau. Tapi ku tau, kamu bisa merasakan.
Aku percaya takdir, tapi sebelum itu manusia masih bisa berusaha untuk merubahnya. Aku juga percaya jodoh ditangan tuhan, tapi manusia dapat memilih. Semoga alvin orangnya, Tuhan :)
Try out selesai. Beberapa minggu lagi ujian nasional datang. Aku semakin takut. Tapi aku tau, segalanya harus kuhadapi.
Sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah ini. Masa SMA akan segera berakhir, kisah tentang putih abu-abu akan segera berlalu. Suatu saat nanti aku pasti akan merindukan masa-masa ini. Apalagi alvin, dia yang beberapa bulan terakhir ini menemaniku, kekasihku. Segala kenangan manis kami ukir disini. Tapi sayang, sebentar lagi dia akan melangkah jauh. Bukan untuk meninggalkanku, tapi untuk mengejar mimpinya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya mendukung segala keputusannya. Aku bangga dia punya mimpi yang besar. Meskipun harus melanjutkan kuliah di negeri orang dan jauh dariku. Aku tidak bisa membayangkan ketika harus jauh darinya. Bagaimana aku bila tidak ada dia. Siapa lagi orang yang bisa kuajak bercerita kalau dia jauh. Siapa yang mau mengingatkan aku lagi ketika aku salah. Siapa lagi yang mau meredam emosiku ketika aku kesal. Hanya dia, dia satu-satunya yang mampu mengerti aku"
"hei"
sapa alvin mengejutkanku.
"Eh iya vin, kamu belum pulang?"
"Belum sayang. Aku dari tadi nyariin kamu. lagi nulis?"
"Iya, kaya biasanya. Hehe"
"Dasar kamu, kebiasaan. Bukannya langsung pulang" ucapnya sambil mengelus rambutku.
Aku hanya tersenyum menatapnya yang duduk di sebelahku, aku akan merindukan moment seperti ini nanti. Dan mungkin, suatu hari nanti aku harus menunggu selama beberapa waktu untuk mendapatkan moment seperti ini lagi.
"Lagi nulis apa sih?"
"Ah engga, biasalah, catetan kecil"
"Coba liat sini" sambil mengambil buku catatan yang aku pegang.
Belum sempat aku bilang jangan, tapi dia sudah terlanjur merebutnya dari genggamanku. Hmm, semoga dia tidak berpikir macam-macam tentang tulisanku itu.
Dia tersenyum sambil membaca kata demi kata yang ada dalam tulisan pendek itu. Alvin tau aku memang suka menulis. Dia satu-satunya orang yang selalu mendukungku dalam hal apapun. Alvin, aku pasti akan merindukanmu nanti, sangat merindukanmu.
Dia menutup buku itu. Dia menatapku dengan senyuman. Tatapan yang selalu membuatku damai. Tuhan, beruntung sekali Kau pertemukan aku dengan orang seperti dia.
"Kamu sedih aku mau pergi jauh?" ucapnya sambil tetap menatapku dalam.
"Menurut kamu?"
"Iya aku ngerti, bahkan tanpa membaca tulisan itu aku udah ngerti kamu bakal sedih"
"Bagus deh kalo udah ngerti"
ucapku sambil memalingkan muka. Hmm, sudah ku bilang tadi, alvin memang selalu mengerti aku. Tanpa aku bicara dia pasti sudah mengerti apa yang ingin aku katakan.
"Kok jutek gitu sih. Sayang, aku pergi bukan buat ninggalin kamu. aku cuma mau belajar di negeri orang. Dan itu ga akan lama"
"4 tahun itu ga sebentar"
"Iya aku tau. Kamu harus sabar. Aku pasti pulang, buat kamu"
"Iya, aku tau. Sering-sering kasih kabar ke aku nanti. Kamu jangan genit-genit disana godain cewek-cewek"
"Ih kamu apaan sih, takut ya aku suka sama cewek lagi?" Godanya sambil tertawa melihatku.
aku hanya tersenyum malu sambil mencubit tangannya. Alvin memang selalu bisa mencairkan susasana.
"Denger ya, disana mungkin banyak yang lebih dari kamu. Yang lebih cantik dan lebih segala-galanya dari kamu. tapi yang harus kamu tau, yang aku mau cuma kamu. Bukan yang lain"
"Alviiiiiiiiiinn" ucapku sambil masuk kedalam pelukannya. Aku bersandar dibahunya. Tempat paling nyaman setelah bahu mama. Aku memeluknya erat.
"Harus berapa lama aku nunggu kamu vin?"
"Sebisa kamu sayang"
"Kalo aku ga bisa? Kalo aku capek?"
"Aku gak maksa kamu. Aku cuma mau kamu nunggu aku sekuat kamu. Aku juga ga ngelarang kamu buat suka sama cowok lain. Tapi, kalo aku pulang nanti kamu harus mau terima aku lagi"
"ih dasar, itu namanya maksa tau" ucapku manja sambil bergelayut ditangan alvin.
"Biarin, kan cinta :p"
"Eh kalo misalnya aku yang suka sama cewek lain disana gimana?"
Aku diam sejenak mendengar ucapan alvin barusan. Lalu ...
"Gak apa-apa kalo kamu suka sama cewek lain disana, yang penting cinta kamu masih utuh buat aku" ucapku sambil tersenyum menatapnya
"Pasti sayang" ucapnya dengan mengelus rambutku.
Hening. Kami diam tak mengeluarkan kata. Alvin memang seperti malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Dia merubahku. Dia membuatku menjadi lebih baik. Dia menuntunku ke jalan yang seharusnya. Dia menopangku saat ku jatuh. Dia mengulurkan tangan saat aku terpuruk. Bersamanya aku mungkin mengenal air mata, tapi bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan. Alvin juga seperti obat buatku, penyembuh luka, penyembuh tangis, dia memulihkan segalanya. Dia mampu menerima kekuranganku. Dia membuat kisahku menjadi sempurna. Mungkin bagi mereka alvin orang biasa. Tapi bagi hidupku alvin sangat berarti.
"Pulang yuk" ucapnya membuyarkan lamunanku
"Yuk" sautku sambil mengambil tas yang ku letakkan di sebelahku.
Kami berdua berjalan menuju parkiran. Kami bercanda, kami tertawa, selalu seperti itu. mungkin masalah selalu datang, cobaan selalu ada. Tapi kami saling menguatkan. Alvin selalu bilang, setiap cobaan yang datang harus membuat kita semakin kuat. Dan aku percaya itu.
"Tunggu aku ya, kalo aku pulang pokoknya kamu harus nikah sama aku"
Ucapnya dengan nada tertawa
"Ih kok nikah sih? Gamau ah :p" aku menyauti perkataannya dengan bercanda.
"Ih kok gamau sih, pokoknya harus!"
"Aku kan masih mau kuliah, kerja, mau bahagiain mama papa. Emang kamu engga apa?"
"Iya dong, kan abis itu kita nikahnya"
"ih dasar tukang maksa"
"Biarin, kamu kuliah yang bener disini. Harus mandiri."
"Oke bos" ucapku sambil tertawa dan mengangkat tanganku ke atas alis. :D
Kamipun tertawa, candaan yang mengalir diantara gelak tawa. Aku akan menunggumu alvin, untuk orang sepertimu, seribu tahunpun akan kunikmati setiap penantian yang ada. Aku mencintaimu, lebih dari setiap kata cinta yang terlontar dari mulut, lebih dari setiap tulisan yang terangkai untukmu. Lebih dari itu, kamu tak harus tau. Tapi ku tau, kamu bisa merasakan.
Aku percaya takdir, tapi sebelum itu manusia masih bisa berusaha untuk merubahnya. Aku juga percaya jodoh ditangan tuhan, tapi manusia dapat memilih. Semoga alvin orangnya, Tuhan :)
Komentar
Posting Komentar