Surat Kecil Untuk .......
Halo? Apa kabar kamu disana? Semoga kamu selalu dalam lindungan tuhan. Sebenarnya aku tidak ingin menulis surat ini kepadamu karena rasa kecewaku masih saja mengganjal. selain itu aku juga takut jika lagi-lagi air mataku harus terurai. Namun, aku merindukanmu.
Apa kamu masih sama seperti yang dulu? Jutek, cuek dan menyebalkan yang selalu membuatku kesal? Seperti apa kamu disana? Apa kamu masih menyukai senja seperti dulu saat kamu menceritakannya padaku? Apakah di sana juga ada senja? Apa kamu mengingatku ketika kamu melihat senja? Kamu tau, aku merindukanmu ketika senja tiba. Aku melihat ada bayangmu di sana, wajahmu tersenyum menatapku dan berucap lirih "aku merindukanmu di sini".
Aku kecewa kamu meninggalkanku begitu cepat. Aku masih membutuhkanmu di sini. tak bisakah kamu bayangkan bagaimana hidupku bila tak ada kamu di sini? Seandainya waktu bisa ku putar dan ku kembalikan seperti sebelum kamu beranjak pergi, aku ingin menahanmu dan berkata jangan pergi. Namun takdir berbicara lain. Aku benci dengan ini, bahkan kamu pergi tanpa permisi, tanpa sepatah katapun.
Hari ini, tepat satu minggu setelah kepergianmu. Aku masih saja mengunjunginmu, tapi kamu enggan berbicara. Aku tidak melihatmu di sana, entah kamu melihatku atau tidak. Kenapa kamu lakukan itu? Bukankah seharusnya aku yang marah? Kamu yang meninggalkanku bukan aku yang meninggalkanmu. Aku hanya bisa menangis dan berdoa ketika berada di hadapan nisanmu, di depan gundukan tanah. Sudah 1 minggu aku selalu mengunjungimu dan membawakanmu setangkai bunga. Padahal dulu, kamu yang sering mengunjungiku dan membawakanku setangkai bunga.
Kenapa harus secepat ini? Tidak bisakah tinggal di sini lebih lama? Masih banyak angan dan harapan yang harus kita wujudkan. Begitu banyak mimpi yang kita rangkai, namun kini harus rapuh sebelum sempat terwujudkan. Aku sayang kamu, aku butuh kamu di sini, dan aku rindu kamu. Sekarang, bagaimana caranya aku bisa mengobati semua rindu ini bila kamu sudah berada di surga sana? Duniamu kini berbeda dengan duniaku. Kamu kini berada di samping tuhan. Dan aku? Aku hanya seseorang yang dapat menyentuhmu dalam doa.
Sesuai dengan goresan terakhirmu di sebuah kertas berwarna biru muda sesuai dengan warna kesukaanmu, aku akan menuruti apa yang kamu mau. Aku akan baik-baik saja walau tak ada kamu. Aku akan wujudkan semua mimpi-mimpiku yang dulu sering ku ceritakan padamu. Aku tidak akan manja lagi, aku bisa melakukan semuanya sendiri. Aku bisa kuat walau tak ada yang menopangku. Aku bisa hebat dan kelak bisa membuatmu bangga di sana.
Oh iya. Terima kasih untuk surat biru mudamu itu. Itu pertama kalinya aku melihatmu merangkai kata dengan apik. Yang aku tau, kamu tak pernah suka menulis. Dulu, aku sering memintamu menulis walau hanya 1 paragraf saja, tapi kamu tak pernah mau mewujudkannya dan sekarang terimakasih telah mewujudkan permintaanku di saat terakhirmu :')
Aku mengingat jelas setiap rangkaian kata yang kamu susun dalam suratmu.
Ini isi suratmu ..
'Sayang, jangan nangis ya waktu baca surat ini. Aku pergi, tapi tidak untuk benar-benar pergi. Aku masih dihatimu. Jangan kaya anak kecil terus, kamu wanita hebat, kamu bisa melakukan semuanya sendiri. Termasuk, mewujudkan mimpi-mimpimu. Walau tidak ada aku, aku yakin kamu kuat. ini saatnya aku pergi. Jangan mengeluh, jangan menyalahkan takdir. Tersenyum dan ikhlaslah. Doakan aku di surga. Tak ada hal yang paling membahagiakan selain lantunan doa orang-orang yang aku sayang termasuk kamu. berbahagialah sayang. Aku mencintaimu dan akan merindukanmu di surga nanti :')"
Apa kamu masih sama seperti yang dulu? Jutek, cuek dan menyebalkan yang selalu membuatku kesal? Seperti apa kamu disana? Apa kamu masih menyukai senja seperti dulu saat kamu menceritakannya padaku? Apakah di sana juga ada senja? Apa kamu mengingatku ketika kamu melihat senja? Kamu tau, aku merindukanmu ketika senja tiba. Aku melihat ada bayangmu di sana, wajahmu tersenyum menatapku dan berucap lirih "aku merindukanmu di sini".
Aku kecewa kamu meninggalkanku begitu cepat. Aku masih membutuhkanmu di sini. tak bisakah kamu bayangkan bagaimana hidupku bila tak ada kamu di sini? Seandainya waktu bisa ku putar dan ku kembalikan seperti sebelum kamu beranjak pergi, aku ingin menahanmu dan berkata jangan pergi. Namun takdir berbicara lain. Aku benci dengan ini, bahkan kamu pergi tanpa permisi, tanpa sepatah katapun.
Hari ini, tepat satu minggu setelah kepergianmu. Aku masih saja mengunjunginmu, tapi kamu enggan berbicara. Aku tidak melihatmu di sana, entah kamu melihatku atau tidak. Kenapa kamu lakukan itu? Bukankah seharusnya aku yang marah? Kamu yang meninggalkanku bukan aku yang meninggalkanmu. Aku hanya bisa menangis dan berdoa ketika berada di hadapan nisanmu, di depan gundukan tanah. Sudah 1 minggu aku selalu mengunjungimu dan membawakanmu setangkai bunga. Padahal dulu, kamu yang sering mengunjungiku dan membawakanku setangkai bunga.
Kenapa harus secepat ini? Tidak bisakah tinggal di sini lebih lama? Masih banyak angan dan harapan yang harus kita wujudkan. Begitu banyak mimpi yang kita rangkai, namun kini harus rapuh sebelum sempat terwujudkan. Aku sayang kamu, aku butuh kamu di sini, dan aku rindu kamu. Sekarang, bagaimana caranya aku bisa mengobati semua rindu ini bila kamu sudah berada di surga sana? Duniamu kini berbeda dengan duniaku. Kamu kini berada di samping tuhan. Dan aku? Aku hanya seseorang yang dapat menyentuhmu dalam doa.
Sesuai dengan goresan terakhirmu di sebuah kertas berwarna biru muda sesuai dengan warna kesukaanmu, aku akan menuruti apa yang kamu mau. Aku akan baik-baik saja walau tak ada kamu. Aku akan wujudkan semua mimpi-mimpiku yang dulu sering ku ceritakan padamu. Aku tidak akan manja lagi, aku bisa melakukan semuanya sendiri. Aku bisa kuat walau tak ada yang menopangku. Aku bisa hebat dan kelak bisa membuatmu bangga di sana.
Oh iya. Terima kasih untuk surat biru mudamu itu. Itu pertama kalinya aku melihatmu merangkai kata dengan apik. Yang aku tau, kamu tak pernah suka menulis. Dulu, aku sering memintamu menulis walau hanya 1 paragraf saja, tapi kamu tak pernah mau mewujudkannya dan sekarang terimakasih telah mewujudkan permintaanku di saat terakhirmu :')
Aku mengingat jelas setiap rangkaian kata yang kamu susun dalam suratmu.
Ini isi suratmu ..
'Sayang, jangan nangis ya waktu baca surat ini. Aku pergi, tapi tidak untuk benar-benar pergi. Aku masih dihatimu. Jangan kaya anak kecil terus, kamu wanita hebat, kamu bisa melakukan semuanya sendiri. Termasuk, mewujudkan mimpi-mimpimu. Walau tidak ada aku, aku yakin kamu kuat. ini saatnya aku pergi. Jangan mengeluh, jangan menyalahkan takdir. Tersenyum dan ikhlaslah. Doakan aku di surga. Tak ada hal yang paling membahagiakan selain lantunan doa orang-orang yang aku sayang termasuk kamu. berbahagialah sayang. Aku mencintaimu dan akan merindukanmu di surga nanti :')"
Komentar
Posting Komentar